Pada masa Orde Baru di Indonesia, sistem kepartaian mengalami penyederhanaan yang signifikan. Dari banyaknya partai politik yang ada di era sebelumnya, terutama pada masa Demokrasi Liberal, kemudian disederhanakan menjadi hanya tiga partai politik saja. Tiga partai pada masa Orde Baru yaitu Golongan Karya (Golkar), Partai Demokrasi Indonesia (PDI), dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Sistem ini dikenal dengan sebutan sistem tripartai. Latar belakang pembentukan sistem tripartai ini adalah untuk menciptakan stabilitas politik dan mempermudah kontrol pemerintah terhadap kekuatan-kekuatan politik yang ada. Kebijakan ini merupakan bagian dari upaya de-ideologisasi yang dilakukan oleh rezim Orde Baru, dengan tujuan mengurangi potensi konflik ideologis dan meningkatkan persatuan nasional. Dalam perjalanannya, sistem tripartai ini memiliki dampak yang besar terhadap dinamika politik Indonesia selama lebih dari tiga dekade.

    Golongan Karya (Golkar)

    Golongan Karya (Golkar) menjadi kekuatan politik dominan selama era Orde Baru. Awalnya, Golkar bukanlah partai politik, melainkan sebuah sekretariat bersama dari berbagai organisasi fungsional atau golongan karya, seperti petani, buruh, guru, dan sebagainya. Golkar didirikan pada tahun 1964 dengan tujuan untuk menandingi pengaruh Partai Komunis Indonesia (PKI) yang saat itu sangat kuat. Setelah peristiwa Gerakan 30 September (G30S) pada tahun 1965, Golkar semakin mendapatkan dukungan dari militer dan pemerintah. Pada masa Orde Baru, Golkar bertransformasi menjadi sebuah kekuatan politik yang sangat berpengaruh. Kemenangan Golkar dalam setiap pemilihan umum (Pemilu) selama Orde Baru tidak lepas dari dukungan penuh pemerintah dan militer. Golkar memiliki jaringan yang kuat hingga tingkat desa, dan sumber daya yang melimpah. Dalam setiap kampanye, Golkar selalu mengusung tema pembangunan dan stabilitas, yang sangat sesuai dengan visi Orde Baru. Dominasi Golkar dalam politik Indonesia selama Orde Baru sering kali dikritik karena kurangnya ruang bagi oposisi dan partisipasi politik yang terbatas. Namun, bagi rezim Orde Baru, Golkar dianggap sebagai pilar utama dalam menjaga stabilitas dan mencapai tujuan pembangunan nasional. Golkar memainkan peran sentral dalam merumuskan dan melaksanakan kebijakan-kebijakan pemerintah. Keberhasilan Golkar dalam memenangkan setiap Pemilu juga tidak lepas dari strategi politik yang canggih dan kemampuan untuk merangkul berbagai elemen masyarakat. Meskipun demikian, kritik terhadap praktik-praktik politik Golkar selama Orde Baru tetap menjadi catatan penting dalam sejarah demokrasi Indonesia.

    Partai Demokrasi Indonesia (PDI)

    Partai Demokrasi Indonesia (PDI) adalah salah satu dari tiga partai politik yang diakui pada masa Orde Baru. PDI merupakan hasil fusi dari beberapa partai politik nasionalis dan non-agama, seperti Partai Nasional Indonesia (PNI), Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI), Partai Murba, Partai Kristen Indonesia (Parkindo), dan Partai Katolik. Fusi ini dilakukan pada tahun 1973 sebagai bagian dari kebijakan penyederhanaan partai politik yang dicanangkan oleh rezim Orde Baru. Tujuan dari pembentukan PDI adalah untuk menciptakan sebuah kekuatan politik yang dapat menampung aspirasi kelompok nasionalis dan non-agama, serta menjadi mitra pemerintah dalam pembangunan nasional. Meskipun demikian, PDI sering kali berada dalam posisi yang sulit karena harus menghadapi tekanan dari pemerintah dan dominasi Golkar. Dalam beberapa periode, PDI mengalami perpecahan internal dan intervensi dari pemerintah yang berupaya untuk mengendalikan partai ini. Salah satu peristiwa penting dalam sejarah PDI adalah Kongres Medan pada tahun 1996, yang menghasilkan terpilihnya Megawati Soekarnoputri sebagai Ketua Umum PDI. Pemilihan Megawati ini tidak disetujui oleh pemerintah, yang kemudian memicu konflik internal yang berujung pada peristiwa Kudatuli (Kerusuhan Dua Puluh Tujuh Juli) pada tahun 1996. Peristiwa ini menjadi titik balik dalam sejarah PDI dan menjadi salah satu faktor yang memicu gerakan reformasi pada tahun 1998. Meskipun menghadapi berbagai tantangan dan tekanan, PDI tetap mampu mempertahankan eksistensinya sebagai salah satu kekuatan politik penting di Indonesia. PDI memainkan peran penting dalam menyuarakan aspirasi masyarakat dan memperjuangkan demokrasi. Setelah reformasi, PDI mengalami transformasi dan menjadi salah satu partai politik terbesar di Indonesia dengan nama Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P).

    Partai Persatuan Pembangunan (PPP)

    Partai Persatuan Pembangunan (PPP) adalah partai politik ketiga yang diakui pada masa Orde Baru. PPP merupakan hasil fusi dari beberapa partai politik berbasis agama Islam, seperti Nahdlatul Ulama (NU), Partai Muslimin Indonesia (Parmusi), Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII), dan Perti. Fusi ini dilakukan pada tahun 1973 sebagai bagian dari kebijakan penyederhanaan partai politik yang dicanangkan oleh rezim Orde Baru. Tujuan dari pembentukan PPP adalah untuk menciptakan sebuah kekuatan politik yang dapat menampung aspirasi umat Islam dan menjadi mitra pemerintah dalam pembangunan nasional. Meskipun demikian, PPP sering kali berada dalam posisi yang sulit karena harus menghadapi tekanan dari pemerintah dan dominasi Golkar. Dalam beberapa periode, PPP mengalami perpecahan internal dan intervensi dari pemerintah yang berupaya untuk mengendalikan partai ini. Salah satu isu yang sering menjadi perhatian PPP adalah penerapan nilai-nilai Islam dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. PPP juga berperan dalam memperjuangkan hak-hak umat Islam dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Meskipun menghadapi berbagai tantangan dan tekanan, PPP tetap mampu mempertahankan eksistensinya sebagai salah satu kekuatan politik penting di Indonesia. PPP memainkan peran penting dalam menyuarakan aspirasi umat Islam dan memperjuangkan demokrasi. Setelah reformasi, PPP tetap menjadi salah satu partai politik yang memiliki basis dukungan yang kuat di kalangan umat Islam. PPP terus berupaya untuk memperjuangkan kepentingan umat Islam dan berkontribusi dalam pembangunan nasional. Dalam setiap pemilihan umum, PPP selalu menjadi salah satu partai yang mendapatkan suara signifikan dari masyarakat. PPP juga aktif dalam berbagai kegiatan sosial dan keagamaan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan memperkuat ukhuwah Islamiyah.

    Dampak Sistem Tripartai pada Masa Orde Baru

    Sistem tripartai yang diterapkan pada masa Orde Baru memiliki dampak yang signifikan terhadap kehidupan politik dan sosial di Indonesia. Salah satu dampaknya adalah terciptanya stabilitas politik yang relatif stabil selama lebih dari tiga dekade. Dengan hanya tiga partai politik yang diakui, pemerintah dapat lebih mudah mengendalikan dinamika politik dan mengurangi potensi konflik ideologis. Namun, di sisi lain, sistem tripartai juga menyebabkan terbatasnya partisipasi politik dan kurangnya ruang bagi oposisi. Dominasi Golkar dalam setiap pemilihan umum membuat partai-partai lain sulit untuk bersaing dan menyuarakan aspirasi masyarakat yang berbeda. Selain itu, sistem tripartai juga berdampak pada perkembangan demokrasi di Indonesia. Meskipun pemilihan umum tetap dilaksanakan secara rutin, namun kebebasan berpendapat dan berserikat sangat terbatas. Pemerintah memiliki kontrol yang kuat terhadap media massa dan organisasi-organisasi masyarakat, sehingga sulit bagi kelompok-kelompok oposisi untuk menyampaikan kritik dan alternatif kebijakan. Dampak lain dari sistem tripartai adalah terciptanya budaya politik yang cenderung sentralistik dan otoriter. Kekuasaan terpusat di tangan presiden dan militer, sementara partai-partai politik hanya berfungsi sebagai alat untuk melegitimasi kekuasaan tersebut. Hal ini menyebabkan kurangnya akuntabilitas dan transparansi dalam pemerintahan, serta meningkatnya praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Meskipun demikian, sistem tripartai juga memberikan kontribusi positif dalam pembangunan ekonomi dan sosial di Indonesia. Pemerintah Orde Baru berhasil mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara signifikan. Namun, keberhasilan ini juga diiringi dengan berbagai masalah sosial dan politik yang pada akhirnya memicu gerakan reformasi pada tahun 1998.

    Kesimpulan

    Sistem tripartai pada masa Orde Baru merupakan sebuah strategi politik yang bertujuan untuk menciptakan stabilitas dan mempermudah kontrol pemerintah. Tiga partai pada masa Orde Baru yaitu Golkar, PDI, dan PPP memiliki peran dan dinamika yang berbeda dalam sistem ini. Golkar menjadi kekuatan politik dominan yang mendukung kebijakan pemerintah, sementara PDI dan PPP berusaha untuk menyuarakan aspirasi masyarakat meskipun sering kali menghadapi tekanan dan intervensi. Sistem tripartai memiliki dampak yang kompleks terhadap kehidupan politik dan sosial di Indonesia, baik positif maupun negatif. Stabilitas politik yang tercipta memungkinkan pemerintah untuk fokus pada pembangunan ekonomi, namun di sisi lain, partisipasi politik dan kebebasan berpendapat menjadi terbatas. Pengalaman dengan sistem tripartai pada masa Orde Baru memberikan pelajaran penting bagi perkembangan demokrasi di Indonesia. Setelah reformasi, sistem kepartaian di Indonesia mengalami perubahan yang signifikan dengan munculnya banyak partai politik baru dan meningkatnya partisipasi masyarakat dalam proses politik. Namun, tantangan dalam menjaga stabilitas dan memperkuat demokrasi tetap menjadi perhatian utama bagi bangsa Indonesia.